08 May 2015

REVIEW VE (Venture Electronic) Zen, Asura Beta, dan Monk

Kali ini kedatangan earbud-earbud dari 52Ve : Zen, Asura Beta, dan Monk. Model teratas, Zen, di Indonesia dihargai sekitar 1.750.000 juta. Adiknya Zen, Asura Beta dihargai sekitar Rp 650.000. Seri entry level, Monk, dihargai sekitar Rp 150.000  [update] Dengar-dengar Monk dijual sekitar Rp 100.000.



Spesifikasi
Wearing styles: earbud
Plug Diameter: 3.5mm straightplug
Cable length: 1.2m
Sensitivity: 108db
Impedance: 150 ohms
Frequency range: 10-25000

52VE Zen
Wearing styles : earbud
Plug Diameter: 3.5mm straightplug
Impedance: 320 Ohm
Frequency range: 20hz-20khz

52VE Monk
Cable length: 1.2m
Sensitivity: 125dB
Impedance: 32 Ohm
Frequency range: 18-22000Hz

Packing dan Aksesoris
52Ve memberikan Zen dan Asura Beta packing kotak karton dengan hadrcase dan tiga pasang sponge di dalamnya. Terlalu sederhana untuk sebuah earbud high-end, terutama Zen.

Desain, Build Quality, dan Penggunaan
Sepertinya sudah tidak perlu dibahas lagi soal desain, karena saya yakin Anda semua sudah sangat hafal dengan bentuk seperti ini. Yap, para pembuat earbud sepertinya sudah malas mendesain ulang earbud-earbudnya, sehingga desain yang digunakan lagi-lagi desain sejuta umat.

Agar terlihat sebagai dua produk yang berbeda, 52VE memberi Asura Beta dan Monk warna hitam, bedanya pada warna label merk, Asura Beta putih sedangkan Monk merah. Zen beda sendiri, dia diberi warna putih.
Asura Beta diberi kabel braided, sedangkan Zen dan monk kabel biasa.

Bahan pembungkus kabel Asura Beta dan Zen keduanya tebal, lentur, dan tidak meninggalkan bekas lipatan ketika sering digulung. Saya pribadi lebih suka kabelnya Zen, karena kabel pada Asura Beta mudah terurai, terutama kabel yang ditwist setelah Y-splitter menuju earbud kanan dan kiri. Paling mengecewakan adalah kabelnya Monk, terasa kaku dan sangat meninggalkan bekas lipatan/gulungan. Bahannya pun "mentul-mentul" ketika ditekuk.

Jack ketiganya berbentuk straight plug gold plated, profilnya ramping sehingga tidak menyusahkan bagi Anda yang suka menggunakan case tambahan pada gadget. Asura Beta tampil lebih mewah dengan aksen metal silver pada jack dan Y-splitter.

Bicara kenyamanan, yaa sama lah dengan earbud-earbud lainnya yang menggunakan desain seperti ini. Terasa sedikit besar di telinga, tapi masih nyaman

Suara
Ketiganya sudah burn-in 200 jam, mungkin lebih.
Setup yg digunakan :
Setup 1 : laptop > centrance dacport
Setup 2 : laptop > centrance dacport > fiio L16 mini to mini > DIY tubehybrid amp
DAP pinjaman : iPod Video 5.5th Gen

Baik Zen, Asura Beta, hingga Monk memiliki soundsignature yang benar-benar mirip. Suara keseluruhan cenderung warm, dengan bass impact yang oke, vokal tebal dan penempatannya ditengah, serta high yang smooth (tidak mendem!)
Saat pertama mendengarkan keduanya, saya tidak langsung terkesima. Di dalam hati sempat berkata, "Ini earbud harga lumayan mahal, tapi kok gini doang?"
Namun setelah menenangkan kondisi psikologis, mendengarkan lebih dari 15 menit, gonta-ganti beberapa lagu, baru saya bisa merasakan "bagusnya" earbud ini.

Zen
Mari kita coba seri tertinggi terlebih dahulu, yaitu Zen. Hal yang pertama membuat saya terkesima dengan Zen adalah bassnya. Untuk ukuran earbud, bass Zen ini terbilang besar dan impactnya kuat dengan punch yang mantap menghantam. Ketika nyetel musik yang banyak beat bassnya, tendangan bass baik midbass maupun lowbass begitu mantap, sangat menyenangkan. Cukup terkejut, biasanya bass model seperti ini didapat dari headphone fullsize. Bass pun memiliki kontrol dan speed yang baik, tidak bleberan dan terasa sangat lincah, tidak keteteran ketika nyetel musik tempo cepat dan energik. Untuk musik-musik yang suara drumsetnya rusuh dan banyak memainkan dobel pedal, meski terasa lincah mengikuti tiap gebukan namun bassnya sedikit kurang tight sehingga batas dobel pedal kurang detil. Bukan berarti jelek loh ya.

Midrange dan vokal dari zen terasa "biasa saja", maksudnya untuk ukuran earbud 1,7 juta tidak ada sesuatu yang bikin saya takjub di sisi ini. Posisi vokal cenderung ditengah, tidak terasa forward intim. Vokal terasa warm dan tebal, tidak terlalu sweet namun tidak terasa kering membosankan. Penggunaan tube amplifier sangat membantu vokal menjadi lebih tebal dan lebih maju lagi, juga lebih mengayun manis. Hebatnya sih samasekali tidak ada sibilance, benar-benar bersih dan halus. Vokal pun tidak tertutup atau terserang oleh bass yang besar di bawah sana, begitupun dengan suara instrumen di midrange yang bersih.

High pada zen "just right", terkadang kurang terasa sparkling dan airy, namun jauh dari kata mendem. High memiliki detail dan ekstensi yang baik, sayang kurang crisp untuk selera saya. High tidak pernah terasa tajam meski di volume tinggi bahkan di file yang dicompres secara berlebihan sekalipun. Benar-benar nyaman didengar untuk waktu yang lama, tidak bikin cepat lelah.

Soundstage Zen terasa "besar" tapi tidak terlalu "lebar" dan airy. Secara width mungkin tidak terlalu wow, yaa hanya sedikit di atas rata-rata lah, namun keunggulan Zen di telinga saya adalah memiliki proporsi yang sangat berimbang antara width, height, dan depth dengan center imaging yang baik sekali. Dalam imajinasi saya, terasa besar dan megah, seperti mendengarkan melalui headphone, bukan earbud.
Separasi terasa mantap, tiap instrumen terasa terpisah, tidak ada yang menumpuk. Begitupun dengan detail, terasa baik meski mungkin kita butuh usaha lebih jika sengaja mencari-cari detail yang sangat kecil.

Asura Beta
Asura Beta memiliki suara yang benar-benar mirip dengan Zen dengan impedansi hanya 150 Ohm, lebih bersahabat bagi Anda yang kurang suka menggunakan amplifier untuk portable setup. Jika Anda tidak terlalu sensitif dan mencoba Zen dan Asura Beta di kesempatan yang berbeda (misal jeda seminggu), mungkin Anda akan sedikit sulit menemukan perbedaan diantara keduanya. 150 ohm pada Asura Beta bukan momok yang menakutkan kok, colok iPod video 5.5 gen sudah bernyanyi dengan baik, meski jika diberi amplifier akan lebih baik lagi.

Jika dibandingkan secara langsung, Anda akan merasakan perbedaan kualitas suara antara Asura  Beta dengan Zen. Pertama dan yang paling terasa, Asura Beta suaranya tidak sedinamis Zen, dimana Zen tiap tone yang keluar terasa lebih memiliki energi. Zen pun memiliki punch bass impact yang lebih baik dari Asura Beta, meski tidak signifikan.
Kedua, vokal Asura Beta terasa tidak sehalus Zen, namun bukan berarti Asura Beta vokalnya kasar yah jika dibandigkan dengan pesaing yang harganya mirip. Asura Beta tetap memiliki penempatan vokal di tengah dan tebal, namun jika nyetel lagu-lagu jenis power vokal, pada lengkingan-lengkingan panjang dan vokal nada tinggi, Asura Beta terasa tidak sehalus Zen.
Ketiga, meski Asura Beta masih mempertahankan kesan megah pada soundstagenya, namun terasa tidak se"besar" Zen, terutama pada depth dimana Asura Beta kesan jarak jauh/dekatnya instrumen terasa lebih pendek, kesannya seperti dimensi imajinasi ruangan sedikit dipersempit.
Secara keseluruhan, membandingkan Zen dan Asura Beta itu bagaikan membandingkan MP3 320 kbps dengan 192 kbps, karakter suara bisa dibilang sama, namun ada "something missing".

Monk
Monk juga masih mempertahankan soundsignature yang sama, yaitu bass cukup besar, vokal tebal dan penempatannya di tengah, serta high yang smooth. Namun dengan harga yang hanya 1/10nya Zen dan 1/5nya Asura Beta, Monk terasa sangat inferior jika dibandingkan dengan kedua kakaknya, jadi saya tidak akan menjadikan kedua kakaknya sebagai benchmark dalam impresi kali ini.

Monk memiliki bass yang kuantitasnya cukup besar, terasa sedikit boomy namun tidak sampai bleberan kemana-mana. Penempatan vokal cenderung di tengah dan masih terasa tebal, namun terkesan flat dan kurang emosional. High halus, terasa kurang airy dan crisp, tidak ada suara-suara tajam. Separasi bagus, tidak terasa bertumpuk. Soundstage standar, tidak luas ataupun sempit, jelas kalah megah dengan kedua kakaknya. Detail cukupan saja, tidak kurang namun tidak istimewa juga, detail kecil masih mudah ditangkap dengan usaha extra.

Genre
Baik Zen, Asura Beta, maupun Monk bisa dibilang siap melahap berbagai genre musik, istilah kerennya cukup allrounder. Bagi saya, bestnya sih untuk musik-musik yang banyak beat bassnya, misalnya EDM (Electro Dance Music). Mendengarkan lagu-lagu pop pun terasa nikmat sekali. Zen dan Asura Beta masih bisa dibawa nge-Jazz dan Blues, namun pada Monk terasa agak kurang.
Zen dan Asura Beta jika diajak nyetel musik-musik rock, emo, metal, dan kawan-kawan masih terasa asyik, namun Monk terasa kurang rapi untuk genre tersebut.
Untuk akustik, Zen dan Asura Beta masih cukup mumpuni, tapi tidak terlalu baik. Kadang terasa terlalu tebal sehingga detail-detail petikan senar gitar kurang menggigit dan menggairahkan.

Kesimpulan
Zen, Asura Beta, dan Monk adalah earbud-earbud tipikal fun bass lovers. Cocok bagi Anda tipikal yang gemar bermusik santai atau yang suka beat-beat bass, kurang cocok bagi Anda yang gemar sweet vocal ataupun detail lovers.

Zen yang dihargai Rp 1.750.000 memang terasa cukup memberatkan, terutama bagi Anda yang kurang suka bermain amplifier. Namun jika Anda memiliki amplifier berkualitas oke dan sinerginya dapet, Zen akan bersuara mantap. Tidak banyak high-end earbud yang menawarkan impact bass seperti Zen, dan suara keseluruhan yang headphone-like.

Asura Beta adalah versi ekonomis dari Zen, suaranya mirip namun kalah dinamis, kalah halus di vokal, dan soundstage tidak semegah Zen. Asura Beta pun lebih ramah bagi Anda direct lovers, meski tanpa amplilfier saja suaranya sudah oke, namun jika ditambah amplifier lagi suaranya masih bisa lebih bagus lagi. Dengan harga Rp 650.000, saya rasa pilihan yang baik bagi Anda yang gemar menggunakan earbud untuk musik-musik nge-beat. Pesaing berat mungkin datang dari Blox M2c dan PK1 DIY, namun mereka karakternya sedikit berbeda dengan apa yang ditawarkan Asura Beta.

Bagaimana dengan Monk? Dengan harga Rp 150.000, posisi harga maupun karakter benar-benar berada di antara edifier H180 dan H185. Jika Anda suka earbud yang bassnya oke namun tidak terlalu basshead, merasa H180 bassnya kegedean namun H185 kekecilan, Monk bisa jadi alternatif yang pas. Namun jika Anda tidak keberatan menambah budget Rp 60.000 lagi, saya pribadi lebih memilih Musa SP1 untuk earbud berkarakter demikian. Tapi yah Rp 60.000 bukan jumlah yang sedikit bukan?
[update]Dengar-dengar Monk dijual kisaran Rp 100.000, kalau begitu sih sangat worth to buy yah

Satu kekurangan yang kadang sedikit mengganggu bagi saya, desain earbud-earbud ini terlalu biasa saja, bosan saya melihat desain seperti ini. Jika Monk okelah mengingat dia bermain di pasar entry level, namun untuk earbud high end seperti Zen tentu akan lebih menarik lagi jika diberi housing yang lebih "mewah", sehingga baik tidak hanya suaranya saja yang mahal, tapi tampilannya juga.


~Ini impresi pribadi saya, tiap orang bisa berbeda. Dicoba secara langsung oleh telinga Anda tetap menjadi pilihan terbaik~

01 May 2015

REVIEW Vsonic VSD2 dan AN16

Datang lagi pasukan dari Vsonic, penerus dari seri VSD1, yakni VSD2. Jika Anda ikut pre-order VSD2/VSD2S, maka akan mendapatkan bonus IEM AN16, sebuah IEM yang housingnya menggunakan housing GR06 dan driver GR07. AN16 ini dibuat untuk merayakan ulang taun ke 16 nya Vsonic.
VSD2/VSD2S dihargai SGD 50, sedangkan value dari AN16 menurut vsonic adalah SGD 100. Silakan kalikan dengan Rp 9.785 (Kurs April 2015) dan hitung sendiri hasilnya berapa rupiah harga IEM-IEM ini. Saya dapat rumor bahwa VSD2 dan VSD2S akan dijual di Indonesia sekitar Rp 650.000. Sekali lagi, baru rumor ya.. Seperti apa suara mereka?

Spesifikasi
VSD2/VSD2S
Driver: 10.7 mm CCAW driver
Frequency: 5 Hz- 24, 000 Hz
Sensitivity: 104 dB/mw
Impedance: 16 ohm
Plug: 3.5mm
Wire Length: 1.2 mm

AN16
Sorry gak nemu

Paket Penjualan
Baik VSD2 maupun AN16 semuanya menggunakan dus dengan penutup mika transparan. Terlihat cukup cantik bukan?

Aksesoris yang diberikan pun lumayan. VSD2 dapat earhook, eartips S/M/L/bilfange, shirtclip, dan softpouch. AN16 pun sama, hanya saja tidak dapat shirtclip dan ada bonus foam tips

Desain, Build Quality, dan Pemakaian
Baik VSD2 maupun AN16 semuanya berdesain over-ear. Desain membulat tanpa sudut tajam dengan warna hitam transparan pada VSD2 terlihat cukup cantik, apalagi kita bisa melihat driver yang tertanam di dalam VSD2 melalui housing plastik tembus pandang mereka. Saya pribadi kurang suka dengan tarikan garis horizontal dan penempatan tulisan vsonic pada VSD2, seperti tidak nyambung dengan desain keseluruhan, tapi yaa tentu ini urusan selera lah.
AN16 menggunakan housing vsonic GR06, berdesain kotak dengan bahan metal, berwarna hitam doff. Terasa lebih kokoh dari VSD2, secara ukuran pun lebih kecil. Namun tulisan 16 yang terlalu besar dan dari jauh seperti terlihat seperti font 46nya Valentino Rossi menurut saya terlihat jelek, ingin rasanya menghapus tulisan itu dan membiarkannya polos.
Urusan build quality tentu AN16 terasa lebih kokoh dan "mahal", bahan metal dengan finishing rapi adalah kuncinya. Seperti GR06, AN16 pun nozzlenya bisa digerakkan agar sudut nozzlenya bisa disesuaikan dengan telinga masing-masing. Tenang, meski nozzle bisa digerakkan bukan berarti jadi longgar dan gampang dibengkokkan kok, justru mengatur sudut nozzle ini terasa agak berat dan mantap.
VSD2 yang terbuat dari plastik dan terlihat seperti permen ini pun tidak kalah rapi finishingnya, bahkan batas antarpanel body terlihat lebih rapi dari AN16, namun ujung nozzle terlihat sedikit kasar. VSD2 pun minus fitur adjustable nozzle seperti AN16.

Beralih ke kabel, baik VSD2 maupun AN16 menggunakan bahan coating cable yang baik, kabel terasa lentur dan tidak meninggalkan bekas gulungan/lipatan. Bahan kabelnya pun cukup tebal.

Jika VSD2 memberikan jack model straight plug nickel plated, AN16 sedikit tampil beda dengan jack L-shaped gold plated. Profil jack ramping dan kesat, tidak licin dalam genggaman ketika dicabut.

Yang cukup unik adalah vsonic secara terang-terangan menyerukan sebaiknya IEM ini diburn-in dulu selama 100 jam agar suaranya lebih menarik. Tulisannya menempel di kertas dekat jack, berbahasa China. Untungnya google translate bisa mengambil teks dari foto/gambar, sehingga saya bisa mentranslasi ke bahasa Inggris agar lebih mudah dipahami. Mungkin vsonic ingin bilang, "don't judge our product by out of box impression". Yaa meski burn-in akan selalu menjadi perdebatan antara mitos atau fakta, tidak ada salahnya toh kita gunakan dulu hingga 100 jam, kalau tetap tidak suka dengan suaranya baru jual. Hahaha
Ketika digunakan, VSD2 memberikan fitting yang lebih nyaman dan isolasi yang lebih kedap dari AN16, tapi bukan berarti AN16 tidak nyaman digunakan yah. Ukuran housing yang cukup besar pada VSD2 mungkin akan terasa sedikit mengganjal bagi Anda yang rongga telinganya kecil, sebaliknya housing kecil AN16 membuatnya lebih bersahabat dengan berbagai ukuran telinga.
Eartips bawaannya terasa cukup berkualitas, sayangnya ukurannya tidak ada yang sesuai dengan telinga saya. Untungnya saya punya Sony Hybrid eartips yang lebih nyaman dan cocok sekali dengan nozzle kedua IEM ini
Suara
Kedua IEM ini sudah diburn-in selama 100 jam.
Setup yang digunakan langsung colok ke laptop with Centrance dacport

Secara keseluruhan, kedua IEM ini soundsignaturenya sangat berbeda. VSD2 suaranya sedikit V-shaped, dia memboost bass dan treble sedangkan mid dan vokal sedikit di belakang. Sedangkan AN16 lebih ke arah midcentric, mid dan vokalnya forward dan tebal.

Bass
Baik VSD2 maupun AN16 memberikan kuantitas bass yang cukup besar, hanya saja berbeda presentasinya, sehingga terkadang terasa VSD2 lebih besar, terkadang AN16 juga tidak kalah besar.
VSD2 bassnya lebih memiliki punch dan attack yang baik, bass menghantam kuat dan fokus sehingga terasa bulat. Out of box sempat sedikit kecewa karena bassnya VSD2 cenderung menutupi vokal, namun ketika sudah burn-in 100 jam bassnya jadi lebih terkontrol sehingga tidak terlalu menutupi vokal dan frekuensi lainnya. Bass terasa cukup lincah dan impactnya sangat menyenangkan ketika melahap musik-musik nge-beat, namun terasa kurang rapi ketika nyetel musik yang banyak dobel pedal cepat.
Dibandingkan dengan VSD2, AN16 bassnya cenderung "loose". Dia terasa agak boomy, impactnya cenderung lembut dan agak lebar, tidak menghantam kuat bulat dan fokus. Bass pun terasa agak lambat, cocoknya untuk di musik-musik santai. Analoginya, impact bassnya VSD2 itu seperti kepala Anda dihantam bola basket yang sudah dipompa hingga keras, sedangkan impact bass AN16 seperti dihantam bola basket yang kempes.

Midrange dan vokal
Beralih ke vokal dan midrange, AN16 menunjukkan tajinya di sini. AN16 memiliki mid yang sangat halus dan tebal. Vokal terasa warm, forward, cukup sweet, dan tebal, memberikan sensasi hangat dan bobot yang sangat baik. Tidak ada sibilance pada vokal, benar-benar terasa halus. Suara-suara instrumen lain di midrange pun terasa tebal, namun terkadang terasa kurang lepas dan detail. Kelebihan AN16 ini baru terasa setelah Anda menggunakan dia selama 100 jam atau lebih (baik reguler atau burn-in), karena out of box suaranya terasa mendem, agak tertahan. Seperti Anda mendengarkan speaker yang ditutupi dengan karung.
VSD2 bisa dibilang presentasi mid dan vokalnya berkebalikan dengan AN16, jika pada AN16 terdengar tebal dan warm, pada VSD2 terasa sedikit tipis dan tidak se-warm AN16. Vokal VSD2 terasa laidback, agak tipis bagi saya, dan sedikit kering. Sibilance juga lebih sering muncul di VSD2 ini dibanding di AN16 yang lembut sekali. Namun VSD2 memberikan suara instrumen yang lebih open dan bening dibanding AN16.

Treble
VSD2 memiliki presensi high yang cukup banyak dan cukup sparkling. Sayangnya kerap terdengar peakky, terasa sedikit tajam. Suara-suara simbal terkadang terasa kurang rapi, terutama di lagu-lagu rock/metal. Namun jika digunakan untuk nyetel lagu-lagu slow dengan kualitas recording dan file yang baik, suara-suara tajam yang jarang muncul.
AN16 highnya terasa lembuut sekali, porsinya pun tidak terlalu banyak, jauh jika dibandingkan dengan presensi highnya VSD2. High terasa kurang crisp dan tidak sparkling, dipadukan dengan karakter mid yang forward, tebal, dan warm, menjadikan AN16 ini terdengar lembut dan melow sekali. Tidak ada kata tajam/overbright di AN16 ini, bahkan ketika saya mendengarkan di volume yang cukup tinggi.

separasi, soundstage, detail
Soundstage pada VSD2 terasa luas, cukup spacious. Soundstage yang luas ini membuat saya pribadi merasa tidak cepat bosan, karena suara-suara yang muncul terasa bertebaran di depan saya, tidak terfokus menumpuk di tengah saja. Berbeda dengan VSD2, AN16 soundstagenya terasa sedang-sedang saja, tidak sempit namun tidak luas juga.
Separasi pada kedua IEM ini terbilang baik. Meski saya bisa memisahkan suara-suara yang muncul dengan mudah alias tidak bertumpuk, namun entah mengapa saya merasa VSD2 ini terkadang kurang rapi, terutama di genre musik agresif/kencang. AN16 terasa lebih rapi dan tegas pemisahannya.
Detail keduanya terbilang cukup baik, tidak terlalu istimewa, sudah lebih dari cukup lah untuk bersantai mendengarkan musik. VSD2 yang terasa lebih balance membuat detail kecil lebih mudah ditangkap. AN16 yang midcentric pun detil di bass dan mid cukup oke, namun detil di high kerap tersamarkan oleh mid dan vokal yang forward dan tebal.

Genre
VSD2 menurut saya cukup luas jangkauan genre musik yang bisa dibawakan dengan asyik. Pop, EDM (Electro-Dance Music), dan yang mirip-mirip bisa didendangkan dengan nikmat oleh VSD2. Kekuatan utamanya sih di genre-genre yang banyak beat bassnya, terasa sekali VSD2 ini sangat fun bass impactnya. Kelemahannya di genre yang cepat dan banyak instrumennya, VSD2 kerap terdengar kurang rapi.
AN16 yang terasa midcentric, lebih enak untuk nyetel genre vokal. Vokal yang forward, tebal, dan hangat terasa sangat emosional. AN16 juga siap membawakan lagu-lagu yang slow dan santai dengan nikmat. Jika diberi lagu-lagu agresif, AN16 akan terasa terlalu lembut, tidak bergairah.

Kesimpulan
VSD2 cocok bagi Anda pecinta bass nendang namun tetap ingin high yang nge-cring, sedangkan AN16 lebih cocok untuk lagu-lagu vokal dan slow santai.

Sebagai sebuah IEM gratisan, AN16 ini terbilang cukup menarik, sayangnya memang edisi terbatas jadi tidak dijual oleh Vsonic. Sebuah strategi yang sangat cantik dari Vsonic dalam memperkenalkan VSD2 sebagai produk barunya, tentu penjualan dengan embel-embel bonus IEM dengan driver GR07 dan housing GR06 akan sangat menarik calon pembeli.
Bagaimana dengan price to performance dari VSD2 itu sendiri? Tergantung berapa harga dia dilepas di pasar Indonesia, jika harganya setara dengan SGD 50 alias Rp 500.000 mungkin dia akan cukup menarik, bisa sebagai alternatif Vsonic GR02 Bass Edition yang treblenya lebih cring dan soundstage lebih lebar namun tidak sehalus GR02 Bass Edition. Tapi, saya mendengar rumor VSD2 ini akan dilepas di kisaran Rp 650.000. Jika di harga segitu, menurut saya pribadi price to performancenya jadi "biasa saja", tidak wow namun tidak terlalu buruk juga. Terkadang saya berpikir mendingan menambah budget sedikit lagi untuk mendapatkan IEM lain.

Seperti biasa, pendapat dari apa yang saya dengar belum tentu sama dengan pendapat dari apa yang Anda dengar. Sebisa mungkin cobalah dengarkan dulu barang yang akan Anda beli sebelum memutuskan akan dibeli atau tidak :)